Jumat, 26 Desember 2014

MENGENANG 10 TAHUN TSUNAMI ACEH


Detik terus berganti dengan detik, menit, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun pun tak ketinggalan ikut berganti. Tak terasa peristiwa mengerikan itu sudah 10 tahun berlalu. Sepi itulah yang kami rasakan. Keluarga, sahabat dan orang-orang terdekat lainnya telah pergi meninggalkan kami. Kehancuran yang terjadi di negeri Aceh pada hari itu telah membawa penderitaan dan menambah luka di hati bangsa Aceh. Belum lagi selesai konflik antara negeri Aceh dan Indonesia, gelombang besar itu malah datang dan menghancurkan sebagian besar wilayah di Bumi Sultan Iskandar Muda.

Anak-anak menangis dan meminta tolong untuk di kembalikan kepada ibunya, sementara sang ibu telah pergi menghadap Allah SWT, Tuhan Yang Esa.
Pada hari itu suasana di negeri Aceh khususnya di kota Banda Aceh benar-benar hancur berantahkan. Namun yang menjadi perhatian dunia adalah kenapa ombak itu hanya menghancurkan dan meratakan semua tempat biasa? Kenapa semua tempat-tempat besejarah selamat dan tak ikut hancur? Kenapa ombak itu tak menghancurkan Masjid Raya Baiturrahman, Makam Sultan Iskandar Muda, Rumah Cut Nyak Dhien dan berbagai tempat-tempat bersejarah lainnya? Apakah tempat-tempat tersebut sangat disayangi oleh Allah SWT?
Pada hari itu Masjid Raya Baiturrahman yang sudah berdiri sejak masa Kesultanan beserta menara-menaranya yang tinggi menjulang ke langit menjadi saksi bisu dahsyatnya ombak.
Bangsa Aceh yang di kenal dunia sebagai bangsa yang kuat dan tangguh sedang menghadapi satu lagi ujian hidup.
Ujian hidup itu bernama TSUNAMI...
Yaa... Tsunami. Hari ini bertepatan tanggal 26 Desember 2014 merupakan hari peringatan 10 tahun tragedi mengerikan itu. Hari ini menjadi saksi bahwa setelah 10 tahun berlalu, kini bangsa Aceh telah bangkit, konflik sudah berakhir dan sekarang adalah saatnya untuk mengembalikan Aceh Darussalam ke puncak kejayaannya sebagaimana pada masa Kesultanan dulu.
Hari ini ratusan wisatawan dari dalam dan luar negeri telah memenuhi kota tua Banda Aceh. Undangan-undangan yang disebarkan oleh pemerintah Aceh beberapa waktu lalu tidak sia-sia, pasalnya hari ini kota Banda Aceh sudah penuh sesak. Para pemerintah, pejabat-pejabat, duta-duta besar dan wakil-wakil dari negara-negara sahabat telah tiba di negeri Aceh. Tak terkecuali Imam Besar Masjid Nabawi di Arab Saudi yang bernama Syech Ali Jaber juga datang ke Bumi Aceh.
Hari ini Aceh Darussalam kembali menjadi sorotan dunia internasional. Zikir akbar dan do'a bersama memanjatkan segala puji-pujian bagi Allah SWT bergema diseluruh penjuru negeri Aceh. Acara di lanjutkan dengan menjamu para tamu dari berbagai penjuru dunia dengan kebudayaan dan kesenian khas Aceh.
Berdo'a bersama demi masa depan Aceh Darussalam yang lebih baik adalah harapan dunia.
Kegiatan peringatan 10 tahun Tsunami Aceh diawali dengan zikir, doa bersama serta tausyiah dipimpin oleh Imam Besar Masjid Nabawi, Syech Ali Jaber di Masjid Raya Baiturrahman pada Kamis malam, 25 Desember.
Keesokan harinya upacara puncak refleksi 10 tahun tsunami digelar di Lapangan Blang Padang atau Taman Thanksto the World. Upacara dipimpin Presiden Jokowi, dihadiri 5 ribu undangan termasuk perwakilan 35 negara serta 35 lembaga international yang pernah membantu Aceh saat Tsunami.
Kemudian dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada negara dan lembaga donor yang telah membantu Aceh dalam makan siang bersama para tamu negara.
Selain itu juga digelar pameran kebencaan dan seni kreatif di Blang Padang, serta pameran fotografi di Museum Tsunami hingga 27 Desember. Ada juga pemutaran film documenter Tsunami di Gedung Sultan Selim.
Pada malam harinya di Lapangan Blang Padang digelar Malam Kesenian dan Apresiasi Aceh untuk Dunia. Kegiatan akan menyuguhkan 32 penampilan diantaranya teater, musik dan tarian kolosal yang menggambarkan terima kasih Aceh kepada dunia. 500 rapa’i dan penari seudati akan menyerahkan ‘buah tangan’ sebagai bentuk apresiasi kepada masyarakat International.
Selain seniman lokal dan nasional, acara juga diisi oleh group seni dari luar negeri diantaranya group musik asal Jepang KURI, Rikkyo University, LCO, Plan International, SOS, dan Houkiboshi.
Minggu pagi 28 Desember, rangkaian kegiatan ditutup dengan lomba marathon 10 Kilometer dengan mengambil rute jalur-jalur evakuasi tsunami mulai dari Blang Padang-Ulee Lheu-Simpang Dodik-Jalan Teuku Umar-TamanSari dan finish di Blang Padang. Hingga kini sudah 3.000 peserta mendaftar untuk ikut kegiatan ini.
Tangis kesedihan dan tangis syukur tak dapat kami bendung. Hari ini air mata kami jatuh bercucuran. Kami bersedih ketika mengingat kejadian memilukan yang telah memakan banyak korban tersebut namun disatu sisi kami bersyukur karena semua masalah telah berakhir.
Ombak besar bernama tsunami yang dulu pernah menghancurkan sebagian besar wilayah di Aceh kini telah menjadi simbol kekuatan tersendiri. Kini adalah saatnya bagi kami orang Aceh untuk menghapus air mata dan mulai merajut masa depan Aceh yang gilang-gemilang. Sebagai putra Aceh sudah menjadi kewajiban saya untuk memajukan Aceh dalam balutan Syariat Islam sebagaimana yang pernah terjadi di masa Kesultanan Aceh pada saat Sultan Iskandar Muda masih bertahta.
Sekarang saatnya untuk kami menghapus air mata, berusaha untuk ikhlas dan kembali tersenyum karena hidup harus terus berlanjut.
Oleh : Muhammad Iqbal Alfahri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar